Senin, 01 Agustus 2011

bimbingan dan konseling tugas mata kuliah BK

SEJARAH PERKEMBANGAN BIMBINGAN DAN KONSELING
A. Pendahuluan
Bimbingan dan konseling sebetulnya telah ada dalam masyarakat sejak dulu. Sejak manusia ada, konsep membantupun sudah ada. Sebagai contoh, di jaman purba di mana kehidupan manusia masih sangat sederhana, bila seseorang dalam perburuannyaterluka oleh terkaman binatang buas, maka secara insting ataupun refleks ia akan meminta bantuan, dan temannya atau orang lain akan terdorong untuk segera memberikan bantuan atau pertolongan.
Dari keadaan ini dapat dikatakan bahwa bantuan adalah upaya yang muncul dari hakekat manusia, sebagai mahluk individu sekaligus sebagai mahluk social. Bimbingan konseling merupakan ilmu yang tergolong baru. Untuk dapat memahami lebih jauh tentang bimbingan dan konseling maka perlu sejak awal pertama lahir sampai saat ini.
B. Latar Belakang Masalah
Latar belakang yang mendorong lahirnya bimbingan dan konseling adalah perkembangan dan perubahan masyarakat yang terjadi secara evolutif, diikuti perkembangan berbagai lembaga.
Perkembanan dan perubahan tersebut antara lain meliputi :
1. Lembaga keluarga, yaitu dari keadaan keluarga dan kebutuhannya yang sederhana menjadi semakin kompleks.
2. Lembaga pendidikan, melalui proses pendididkan seseorang berkembang menjadi pandai, semakin maju dan semakin beragam, sehingga tuntutanyapun semakin beragam.
3. Lembaga pekerjaan, dari kehidupan agraris (pertanian) yang diwarnai dengan kesederhanaan berkembang ke industri yang ditandai dengan spesialisasi.
4. Lembaga lain seperti lembaga pelayanan, konsultasi, jasa, rekreasi, keagamaan dan sebagainya yang semakin beragam dan terus berkembang.
Pengaruh dari muncul dan berkembangnya berbagia lembaga tersebut dan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan seseorang semakin benyak menghadapi berbagai tuntutan dan pikihan, juga semakin banyak persoalan yang timbul.Sehingga diperlukan badan atau lembaga yang bisa membantu dan mangatasi problema yang dihadapi. Akhirnya muncullah gerakan bimbingan.
C. Lahirnya bimbingan dan konseling
Gerakan bimbingan lahir pada tanggal 13 januari 1908 di Amerika Serikat, ketika Frank Persons menganjurkan dan mulai mengelola Vocationnal bureau (biro jabatan). Ia mengarang buku Choosing A Vocational (1909). Kemudian ia dinyatakan sebagai Bapak Bimbingan atau Father of Guidance.Pada tahun 1909 sekolah menengah di Boston dimasukkan seorang petugas bimbingan jabatan. Kemudian tahun 1910 sekitar 35 kota melaksanakan dan menganjurkan program formal bimbingan sekolah. Pada tahun itu juga diselenggaran konfrensi pertama tentang jabatan.(first National Conference On Vocational Guadance Survey)
Pada tahun 1911 Eli W. Weaper mendirikan lembaga bimbinan yang diberinama The New York City Vocational Guadance Survey. Selanjutnya tahun 1912 melalui lembaga tersebut diselenggaran konfrensi yang kedua bimbingan jabatan (The Second National Conference On Vocational Guadance ) di New York.Sedangkan konferensi yang ketiga diselenggarakan pada tahun 1913.Sejak tahun 1914 proses bimbingan mulai mengarah pada bimbingan pendidikan dan terus berkembang hingga kini.


D. Lahirnya Bimbingan Konseling Di Indonesia
Pada tanggal 20 mei 1908 lahirlah gerakan Budi Utomo yang berusaha memperjuangkan kemajuan bangsa dalam segala lapangan kebudayaan.Sejak saat itu muncul berbagai gerakan yang mulai terorganisir dengan baik. Tahun 1922 lahir perguruan Nasional Taman Siswa dengan asas :
1. Kemerdekaan tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri.
2. Membiasakan anak untuk mencari pengetahuan dengan pikirannya sindiri.
3. Berusaha dengan kekuatannya sendiri tanpa tergantung pada bantuan orang lain.
Prinsip didaktik yang dipegang oleh Perguruan Nasional Taman Siswa ini antara lain :
1) Kemerdekaan Belajar.
2) Kemerdekaan bekerja
3) Menggunakan pendekatan Konvergensi.
Dari pola pendidikan taman siswa telah nampak perhatian dan penghargaan terhadap potensi seseorang dan kemerdekaan untuk mengembangakan potensi. Hal ini merupakan benih dari gerakan bimbingan dan konseling.
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia diawali dari dimasukkannya Bimbingan dan Konseling (dulunya Bimbingan dan Penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960. Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (disingkat FKIP, yang kemudian menjadi IKIP) di Malang tanggal 20 – 24 Agustus 1960. Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Tahun 1971 beridiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang, IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini Bimbingan dan Penyuluhan dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan Bimbingan dan Penyuluhan “pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk Sekolah Menengah Atas didalamnya memuat Pedoman Bimbingan dan Penyuluhan.

Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Penyuluhan. Keberadaan Bimbingan dan Penyuluhan secara legal formal diakui tahun 1989 dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menp an/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Di dalam Kepmen tersebut ditetapkan secara resmi adanya kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Akan tetapi pelaksanaan di sekolah masih belum jelas seperti pemikiran awal untuk mendukung misi sekolah dan membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan mereka.Sampai tahun 1993 pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid berpandangan kurang bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP identik dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah oleh guru BP dibenak orang tua terpikir bahwa anaknya di sekolah mesti bermasalah atau ada masalah. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya yang di dalamnya termuat aturan tentang Bimbingan dan Konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan itu dijabarkan lebih lanjut melalui SK Mendikbud No 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Di Dalam SK Mendikbud ini istilah Bimbingan dan Penyuluhan diganti menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di sekolah mulai jelas.
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan berdampak pada buruknya citra bimbingan dan konseling, sehingga melahirkan miskonsepsi terhadap pelaksanaan BK, munculnya persepsi negatif terhadap pelaksanaan BK, berbagai kritikan muncul sebagai wujud kekecewaan atas kinerja Guru Pembimbing sehingga terjadi kesalahpahaman, persepsi negatif dan miskonsepsi berlarut. Masalah menggejala diantaranya: konselor sekolah dianggap polisi sekolah, BK dianggap semata-mata sebagai pemberian nasehat, BK dibatasi pada menangani masalah yang insidental, BK dibatasi untuk klien-klien tertentu saja, BK melayani ”orang sakit” dan atau ”kurang normal”, BK bekerja sendiri, konselor sekolah harus aktif sementara pihak lain pasif, adanya anggapan bahwa pekerjaan BK dapat dilakukan oleh siapa saja, pelayanan BK berpusat pada keluhan pertama saja, menganggap hasil pekerjaan BK harus segera dilihat, menyamaratakan cara pemecahan masalah bagi semua klien, memusatkan usaha BK pada penggunaan instrumentasi BK (tes, inventori, kuesioner dan lain-lain) dan BK dibatasi untuk menangani masalah-masalah yang ringan saja.
Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah diselenggarakan dengan pola yang tidak jelas, ketidak jelasan pola yang harus diterapkan disebabkan diantaranya oleh hal-hal sebagai berikut :
1. Belum adanya hukum
Sejak Konferensi di Malang tahun 1960 sampai dengan munculnya Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan di IKIP Bandung dan IKIP Malang tahun 1964, fokus pemikiran adalah mendesain pendidikan untuk mencetak tenaga-tenaga BP di sekolah. Tahun 1975 Konvensi Nasional Bimbingan I di Malang berhasil menelurkan keputusan penting diantaranya terbentuknya Organisasi bimbingan dengan nama Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI). Melalui IPBI inilah kelak yang akan berjuang untuk memperolah Payung hukum pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah menjadi jelas arah kegiatannya.
2. Semangat luar biasa untuk melaksanakan
BP di sekolahLahirnya SK Menpan No. 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Merupakan angin segar pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah. Semangat yang luar biasa untuk melaksanakan ini karena di sana dikatakan “Tugas guru adalah mengajar dan/atau membimbing.” Penafsiran pelaksanaan ini di sekolah dan didukung tenaga atau guru pembimbing yang berasal dari lulusan Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan atau Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (sejak tahun 1984/1985) masih kurang, menjadikan pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah tidak jelas. Lebih-lebih lagi dilaksanakan oleh guru-guru yang ditugasi sekolah berasal dari guru yang senior atau mau pensiun, guru yang kekurangan jam mata pelajaran untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Pengakuan legal dengan SK Menpan tersebut menjadi jauh arahnya terutama untuk pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan di sekolah.
3. Belum ada aturan main yang jelas
Apa, mengapa, untuk apa, bagaimana, kepada siapa, oleh siapa, kapan dan di mana pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan dilaksanakan juga belum jelas. Oleh siapa bimbingan dan penyuluhan dilaksanakan, di sekolah banyak terjadi diberikan kepada guru-guru senior, guru-guru yang mau pensiun, guru mata pelajaran yang kurang jam mengajarnya untuk memenuhi tuntutan angka kreditnya. Guru-guru ini jelas sebagian besar tidak menguasai dan memang tidak dipersiapkan untuk menjadi Guru Pembimbing. Kesan yang tertangkap di masyarakat terutama orang tua murid Bimbingan Penyuluhan tugasnya menyelesaikan anak yang bermasalah. Sehingga ketika orang tua dipanggil ke sekolah apalagi yang memanggil Guru Pembimbing, orang tua menjadi malu, dan dari rumah sudah berpikir ada apa dengan anaknya, bermasalah atau mempunyai masalah apakah. Dari segi pengawasan, juga belum jelas arah dan pelaksanaan pengawasannya. Selain itu dengan pola yang tidak jelas tersebut mengakibatkan:
1. Guru BP (sekarang Konselor Sekolah) belum mampu mengoptimalisasikan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan terhadap siswa yang menjadi tanggungjawabnya. Yang terjadi malah guru pembimbing ditugasi mengajarkan salah satu mata pelajaran seperti Bahasa Indonesia, Kesenian, dsb.nya.
2. Guru Pembimbing merangkap pustakawan, pengumpul dan pengolah nilai siswa dalam kelas-kelas tertentu serta berfungsi sebagai guru piket dan guru pengganti bagi guru mata pelajaran yang berhalangan hadir.
3. Guru Pembimbing ditugasi sebagai “polisi sekolah” yang mengurusi dan menghakimi para siswa yang tidak mematuhi peraturan sekolah seperti terlambat masuk, tidak memakai pakaian seragam atau baju yang dikeluarkan dari celana atau rok.
4. Kepala Sekolah tidak mampu melakukan pengawasan, karena tidak memahami program pelayanan serta belum mampu memfasilitasi kegiatan layanan bimbingan di sekolahnya,
5. Terjdi persepsi dan pandangan yang keliru dari personil sekolah terhadap tugas dan fungsi guru pembimbinga, sehingga tidak terjalin kerja sama sebagaimana yang diharapkan dalam organisasi bimbingan dan konseling.Kondisi-kondisi seperti di atas, nyaris terjadi pada setiap sekolah di Indonesia.
SK Mendikbud No. 025/1995 sebagai petunjuk pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya terdapat hal-hal yang substansial, khususnya yang menyangkut bimbingan dan konseling adalah :
1. Istilah “bimbingan dan penyuluhan” secara resmi diganti menjadi “bimbingan dan konseling.”
2. Pelaksana bimbingan dan konseling di sekolah adalah guru pembimbing, yaitu guru yang secara khusus ditugasi untuk itu. Dengan demikian bimbingan dan konseling tidak dilaksanakan oleh semua guru atau sembarang guru.
3. Guru yang diangkat atau ditugasi untuk melaksanakan kegiatan bimbingan dan konseling adalah mereka yang berkemampuan melaksanakan kegiatan tersebut; minimum mengikuti penataran bimbingan dan konseling selama 180 jam.
4. Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan pola yang jelas :
a. Pengertian, tujuan, fungsi, prinsip dan asas-asasnya.
b. Bidang bimbingan : bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir
c. Jenis layanan : layanan orientasi, informasi, penempatan/penyaluran, pembelajaran, konseling perorangan, bimbingan kelompok dan konseling kelompok.
d. Kegiatan pendukung : instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus, kunjungan rumah dan alih tangan kasus. Unsur-unsur di atas (nomor 4) membentuk apa yang kemudian disebut “BK Pola-17”
5. Setiap kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan melalui tahap :
a. Perencanaan kegiatan
b. Pelaksanaan kegiatan
c. Penilaian hasil kegiatan
d. Analisis hasil penilaian
e. Tindak lanjut
6. Kegiatan bimbingan dan konseling dilaksanakan di dalam dan di luar jam kerja sekolah. Hal-hal yang substansial di atas diharapkan dapat mengubah kondisi tidak jelas yang sudah lama berlangsung sebelumnya. Langkah konkrit diupayakan seperti :
1. Pengangkatan guru pembimbing yang berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling.
2. Penataran guru-guru pembimbing tingkat nasional, regional dan lokal mulai dilaksanakan.
3. Penyususnan pedoman kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, seperti :
a. Buku teks bimbingan dan konseling
b. Buku panduan pelaksanaan menyeluruh bimbingan dan konseling di sekolah
c. Panduan penyusunan program bimbingan dan konseling
d. Panduan penilaian hasil layanan bimbingan dan konseling
e. Panduan pengelolaan bimbingan dan konseling di sekolah
4. Pengembangan instrumen bimbingan dan konseling5.Penyusunan pedoman Musyawarah Guru Pembimbing (MGP) Dengan SK Mendikbud No 025/1995 khususnya yang menyangkut bimbingan dan konseling sekarang menjadi jelas : istilah yang digunakan bimbingan dan konseling, pelaksananya guru pembimbing atau guru yang sudah mengikuti penataran bimbingan dan konseling selama 180 jam, kegiatannya dengan BK Pola-17, pelaksanaan kegiatan melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, penilaian, analisis penilaian dan tindak lanjut. Pelaksanaan kegiatan bisa di dalam dan luar jam kerja. Peningkatan profesionalisme guru pembimbing melalui Musyawarah Guru Pembimbing, dan guru pembimbing juga bisa mendapatkan buku teks dan buku panduan

kehidupan

kehidupan memang harus dijlani. baik itu pahit getir ataumanis. semuana terserah pada kita apapun itu< hanya Alloh yang maha tau apa dan kapan semua itu terjadi, lakukan semuanyadengan hati iklas dan senyum. maka semua itu akan menjadi ibadah untukmu